Review Buku: Islam Kita Nggak Kemana-Mana Kok Disuruh Kembali
Judul buku: Islam Kita Nggak ke Mana-Mana Kok Disuruh Kembali
Penulis: Ahmad Khadafi
Penerbit: Buku Mojok
Cetakan: Cetakan ketiga
Tahun 2020
Hlm: xii+219hlm
ISBN: 978-623-7284-01-7
Dari judulnya sudah membuatku tertarik untuk membaca. Sempat menebak-nebak isinya, pasti berisi tentang hijrah yang belakangan ini tranding. Namun setelah membacanya, ternyata tidak sepenuhnya benar.
Buku ini berisi 36 judul yang tidak berkaitan. Jadi pembaca bisa membacanya secara acak, namun agar lebih mudah dalam memahami dan tidak salah penafsiran, lebih baik membaca dari bab pertama. Tokoh dalam buku ini adalah Kiai Kholil yang berwatak sabar, bijaksana, disegani dan berwawasan luas. Gus Mut (anak Kiai Kholil), yang mewarisi semua watak ayahnya. Fansuri memiliki watak baik, namun mudah terpengaruh. Mas Is yang memiliki watak tidak sabaran, mudah marah, tapi kadang baik dan beberapa tokoh pembantu yang melengkapi cerita.
Buku ini menceritakan permasalahan yang sering dialami masyarakat muslim belakangan ini. Banyak permasalahan kecil yang dapat menyebabkan perselisihan dengan sesama muslim. Pemahaman agama yang setengah-setengah adalah pemicu utama permusuhan tersebut. Selain itu juga minimnya toleransi beragama, sangat memicu permusuhan selama ini.
Seperti pada halaman 15 dengan judul 'Menghargai Keberagaman Kok Pilih-Pilih Masjid?'. Pada bagian ini menceritakan tentang Fansuri dan temannya bernama Ali sedang mencari kontrakan untuk ditinggali selama mereka kuliah. Mereka menginginkan lokasi kontrakan yang dekat dengan masjid karena menurut mereka akan lebih rajin salat di masjid.
Setelah berkeliling mencari akhirnya mereka menemukan kontrakan yang dekat dengan masjid, lokasi strategis, harganya cocok. Namun Ali menolak dan tidak jadi menyetujui kontrakan tersebut karena masjid tersebut berisi jemaah yang bercelana cingkrang. Ia mengaku sangat menjunjung tinggi keberagaman, menurutnya Islam versi mereka sangat keras dan tidak menghargai keberagaman sangat bertolak belakang dengannya. Hal ini membuat Fansuri cukup kesal karena tempat tersebut yang paling strategis.
Akhirnya Fansuri menemui Gus Mut agar mereka diberikan rekomendasi tempat yang lebih cocok. Setelah menceritakan semua kejadian tadi, malah mereka kena semprot Gus Mut.
"Kalau memang kita adalah orang yang mengedepankan toleransi keberagaman, masa kita tidak bisa menerima kalau ada orang Islam yang berbeda dari kita? Orang Islam yang lebih keras dari kita soal menjalankan keyakinannya?," tanya Gus Mut.
"Ya kalau memang mereka begitu, apa iya kita mau membalasnya dengan cara begitu juga? Dengan tidak mau bergaul dengan mereka? Menjauhi mereka? Lagi pula apa yang kita tahu soal hal-hal seperti itu juga tidak biaa membuat kita jadi lebih benar dari mereka kalau kita melakukan hal yang selama ini lantang kita lawan," kata Gus Mut.
"Emang apa yang selama ini lantang kita lawan Gus?" tanya Fansuri.
"Ya jadi radikal. Kita tanpa sadar jadi radikal atas nama toleransi dan keberagaman. Bikin batasan-batasan sendiri, ngak mau ah salat di sana, di sana masjidnya keras, ceramahnya ngak adem. Aku mau cari di sini aja ah, yang lebih cocok," kata Gus Mut.
"Tapi kan, orang-orang kayak begitu memang harus disadarkan, Gus," kata Ali.
"Kata 'menyadarkan' ini yang bahaya, Mas. Seolah-olah sampean merasa mereka ada di jalan yang salah dan sampeyan ada di jalan yang benar. Padahal, kan, kita tidak benar-benar tahu siapa yang lebih pantas mewakili kebenaran, ya kan?," jelas Gus Mut.
Jleb si Ali terdiam. Ingin mengadu, eh malah diceramahi habis-habisan.
Dan masih banyak cerita-cerita menarik lagi di setiap babnya, yang tidak mungkin aku tulis semua disini gais hehee. Seperti kisah Mas Is yang mendatangi Gus Mut karena ia ingin sekali mendalami tentang Islam, lebih tepatnya ingin membiasakan diri agar bisa beribadah dengan rutin. Gus Mut tentu senang, Mas Is yang dikenal sebagai preman di desa tersebut ingin memperbaiki diri.
Setelah menceritakan semua keinginannya tersebut, Mas Is meminta tips bagaimana agar bisa mendalami Islam dan rutin beribadah. Namun, tanpa di sangka Gus Mut hanya memberikan tips kepada Mas Is, yaitu 'Jangan bohong'.
"Hah?Gitu doang, Gus?" tanya Mas Is tidak percaya dengan yang didengarnya.
Tanda Mas Is sadari ternyata tips tersebut sangatlah sulit dipraktekkan. Terbukti ketika Gus Mut mendatangi rumahnya karena beberapa hari tidak ke masjid. Dan saat itu ia sedang memandikan burung, ia berbohong sudah salat zuhur di rumah, berjamaah dengan Fansuri. Dan juga sudah salat ashar di rumah. Tiba-tiba tanpa dosa Fansuri lewat karena akan membeli rokok di warung. Gus Mut pun memanggil Fansuri untuk titip membeli rokok juga, wajah Mas Is tampak pucat walaupun Gus Mut tidak bertanya langsung kepada Fansuri.
"Yakin Is sudah salat?" tanya Gus Mut. Setelah mereka terdesak dan sebenarnya ia tahu kalau Gus Mut mengetahui dirinya berbohong akhirnya ia mengaku.
"Saya belum salat ashar Gus, dan tadi juga tidak salat Zuhur," menahan malu.
Menerapkan untuk tidak berbohong ternyata tidak semudah yang Mas Is bayangkan, dan kebohongan akan selalu menyulut kebohongan lain untuk menutupi kebohongan yang pertama.
Dan di halaman 57-62 menceritakan tentang dua orang yang sedang merintis usaha, ia mendatangi kediaman Kiai Kholil. Kedatangannya ada untuk meminta doa Kiai Kholil agar usahanya tersebut lancar. Tamu pertama, sudah selesai Kiai Kholil doakan. Namun pada tamu kedua, Kiai Kholil tidak mau memperlakukan seperti pada tamu pertamanya, yaitu memberikan doa. Ternyata tamu pertama sudah tidak memiliki ibu, sedangkan tamu kedua masih memiliki ibu.
Di luar dugaannya, tamu kedua malah diminta untuk menghubungi ibunya dan meminta doa kepada ibunya. Karena menurut Kiai Kholil doa ibunya akan lebih terkabulkan. Kiai Kholil juga berkata, "Doa saya ini nga ada apa-apanya dengan doa ibu sampeyan, Mas. Restu ibu kepada putranya jauh lebih berharga ketimbang restu presiden atau bahkan restu seseorang yang dimintai doa seperti saya ini. Bahagiakan ibu sampeyan, Mas. Jangan pernah lukai hatinya. Itu sudah jadi bekal doa yang mustajab yang pernah ada di dunia."
"Yang sederhana kelihatannya, tapi tidak selalu mudah dilakukan. Kadang-kadang hal seperti itu sering bikin orang lupa, Mas. Ini sampean punya doa paling ampuh sekaligus paling murah yang pernah ada daripada sibuk minta doa sana sini. Yang paling agung di depan mata memang kadang tertutup sama reputasi kiai di seberang kota, habib di seberang pulai, atau bahkan ulama yang ada jauh di sana. Padahal tingkat mustajabnya jauh lebih mudah didengar Alla doa seorang ibu untuk anaknya," jelas Kiai Kholil.
Hal inilah yang banyak disepelekan orang, mereka terlalu sibuk mencari dan meminta doa kepada orang-orang yang di segani. Namun lupa, bahwa doa paling mustajab adalah doa seorang ibu kepada anaknya. Penting sekali untuk membahagiakannya, mumpung masih diberikan kesempatan karena umur tidak ada yang tahu. Ini juga menjadi cambuk buat saya pribadi, yang masih suka mengedepankan ego daripada kebahagiaan ibu saya sendiri.
Ada banyak cerita menarik tapi aku capek gais mau nulis semua, seperti cerita tentang seorang ibu yang bersikeras untuk tidak merestui anaknya. Masalahnya sangat sepele, yaitu karena calon menantunya tersebut rumahnya jauh dengan dirinya. Sebagai sorang ibu ia dengan bangga dan merasa paling benar untuk meminta hak agar anaknya selalu patuh dengannya, seperti dalil-dalil Al-Qur'an dan hadis, katanya.
Padahal calon menantunya tersebut seagama, cantik, kaya dan dari keturunan keluarga baik-baik. Selain itu, anaknya juga sangat mencintai perempuan tersebut. Dalam hal ini, menurut penjelasan Gus Mut, walaupun memang seharusnya seorang anak patuh kepada orang tua. Tapi hal ini orangtua dianggap sangat egois, karena tidak menentang perintah Allah. Seharusnya mereka tidak saling menuntut hak, tapi harus menjalankan kewajiban masing-masing. Kewajiban orang tua untuk selalu merawat, mengasuh dan membahagiakan anaknya. Begitu pula anaknya agar selalu patuh dengannya dan Allah swt. Hal ini juga menjadi pelajaran untuk semua, agar jangan menjadi orangtua yang toxic dengan dalih sudah sesuai ajaran agama, selalu menuntut anaknya agar selalu sesuai dengan keinginannya.
Akhirnya aku capek gais, asli buku ini bagus banget. Bahasa yang digunakan sangat ringan dan tidak bertele-tele sehingga mudah dipahami tanpa perlu mengulang-ulang. Halamannya tidak terlalu banyak, sehari bisa selesai. Kalian bisa mendapatkan buku ini di toko-toko buku terdekat atau bisa membelinya secara online.
Written: Artika Lusiani
Komentar
Posting Komentar