Untuk Manusia-Manusia Datar, yang seringkali Termarginalkan

Hidup dan menghidup sebagai seorang manusia tentu berinteraksinya dengan sesama manusia. Begitu pula dengan makhluk hidup lain, tentu mereka lebih sering berinteraksi dengan sesama spesiesnya.

Menjadi manusia itu, enak-enak, tidak enak kawan. Setiap kepala tentunya memiliki pemikirannya masing-masing. Isi kepala tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, pengalaman, bacaan, pola hidup, panutan dan orang-orang yang menginspirainya. Setiap aktivitas tentu berasal dari apa yang ia pikirkan.

Dari berbagai pengaruh tersebut lama-kelamaan menjadi kepribadian. Berbicara tentang kepribadian, tentu aku paling menyukainya. Dari berbagai macam human, tentu ada yang berkepribadian pemalu, pemberani, mudah panik, pemberontak sampai yang berekspresi datar.  Nah, untuk manusia yang berkepribadian datar, saya sudah tidak sabar akan membahasnya dengan sudut pandang saya sendiri tentunya.

Kata teman-teman aku adalah salah satu manusia yang memiliki kepribadian tersebut.  Tentu sangat menyebalkan wkwkk. Wajib saya akui, terkadang saya merasa memiliki kepribadian tersebut, tetapi kadang juga tidak.

Kata sebagian besar orang, berkepribadian datar itu saat senang, sedih, susah ataupun bahagia, ekspresi yang ditunjukan selalu sama. Dan tidak jarang, banyak orang enggan berteman dengannya. Tetapi, saya sendiri sangat kagum dengan orang-orang yang memiliki kepribadian datar. Why?
Karena ia mampu untuk mengendalikan diri, supaya tidak berlebih-lebihan.

Saat senang ia bersikap biasa saja, saat sedih juga menyikapinya dengan biasa saja. Karena apa?, Hidup di planet yang namanya dunia ini adalah fana.  Saat senang pun mereka tidak berlebihan, karena mereka tahu bahwa sewaktu-waktu kebahagiaan tersebut bisa saja diambil oleh Tuhan, begitu pula dengan kesedihan. Tentang dunia, tidak ada yang terlalu ia banggakan dan tidak ada yang perlu ia galaukan, semua hanya titipan.

Bayangkan, ketika kita diberikan kebahagiaan, lalu kita menanggapi dan menyikapinya dengan berlebihan lalu ketika kebahagiaan tersebut diambil Tuhan, tentu sedihnya pun jadi kebangetan. Dan untuk mengikhlaskannya tentu dengan kesusah payahan.

Kawanku, menjadi manusia yang berkepribadian datar itu tidak salah. Ia hanya sedang berjaga-jaga, supaya tidak terlalu larut dalam kebahagiaan ataupun keterpurukan. Tidak semua perlu diekspresikan dengan sesama manusia, karena ia memiliki tempat berkeluh kesah yang aman terpercaya, yang tidak akan mencela ataupun memarginalkan dirinya. Ia unik dengan caranya, menyikapi segala sesuatu dengan "SEWAJARNYA SAJA".



Written: Artika Lusiani


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan paradigma anak dan orang tua

[Review] Novel The Perfect Muslimah_Ahmad Rifa’i Rifan