Jangan Terlalu Percaya Diri, Merasa Hidupmu Paling Menderita





Aku adalah seorang mahasiswa yang khawatir akan masa depan. Dosa sebenarnya menghawatirkan rezeki yang sudah di atur Tuhan. Kadang hanya merasa kurang memaksimalkan diri selama menjadi mahasiswa, walaupun aku sering dicap sebagai manusia sok sibuk.


Aku memang ikut beberapa organisasi, dan tentunya bukan tanpa alasan. Aku sumpek dengan dunia perkuliahan yang begitu-begitu saja. Kuliah hanya sekedar dijelaskan, kemudian diberikan tugas dan pulang, sama dengan SMA. Presentasi pun hanya membaca, saya rasa itu bukan lagi ranahnya  mahasiswa. 


Jauh berbeda dari ekspektasi ku dahulu, tentang bagaimana serunya menjadi seorang mahasiswa. Dosen bakalan sering ngajak praktek di lapangan, mendalamai Excel dan berbagai hal yang berhubungan dengan jurusanku. Ternyata salah. Salah besar. Kalau tidak belajar sendiri, ya setelah lulus benar-benar tidak mendapatkan apa-apa. Sekedar teori tanpa realisasi. Padahal teori yang sering digaung-gaungkan tersebut belum tentu benar di lapangan.


Akhirnya aku mengikuti berbagai organisasi baik internal maupun eksternal kampus. Supaya nanti, kalo aku udah lulus setidaknya punya cerita kalau aku kuliah tidak membosankan. Menambah kemampuan atau skill, memperluas jaringan pertemanan dan pelampiasan akan kekecewaan dengan sistem kuliah di kampusku. Jadi harus benar-benar mandiri untuk mencapai apa yang aku inginkan karena kampus tidak memberikan sepenuhnya.


Beberapa hari ini rasanya capek banget pikiranku, disibukkan dengan berbagai deadline dan tugas kampus. Hingga akhirnya ku putuskan untuk jalan-jalan di taman Kota Metro, dari jam 10 sampai tulisan ini saya ketik belum pulang. Dari awal perjalanan kesini sampai sekarang, aku menemui orang dengan berbagai karakter.


Mulai dari seorang ibu yang berjualan sambil menggendong anaknya, padahal cuaca sangat panas dan anaknya masih kecil belum bisa berjalan. Kemudian juga dipertemukan dengan seorang ibu dan kedua anaknya sedang berkeliling dengan obroknya mencari rongsokan plastik di sekitar taman. Ternyata banyak perempuan-perempuan tangguh di luar sana untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya.


Juga bertemu muda mudi pacaran, ngak jumatan malah foto-foto, ngajak haha hihi pacarnya di taman. Kok ya kamu mau to yo mbak, pikirku. Tuhannya saja di sepelekan, apalagi kamu mbak. Wkwwkkk.

Tidak berselang lama bertemu dengan pengamen, pengemis dan pengunjung taman. Ow iya, aku kesini niat dari rumah, dan sendirian. Niatnya sih selain healing kalau kata orang-orang zaman sekarang, juga ingin menulis dan menelurkan ide-ide semrawut di kepala. Sedang asyik menulis, sesekali juga melihat kendaraan yang berseliweran. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang normal fisiknya, jalannya lancar, masih muda, la kok meminta-minta.


Aku mengamati tidak ada yang memberikan dia uang, beberapa di biarkan saja, beberapa malah mengusirnya. Hanya mas-mas yang tadi foto-foto sama pacarnya yang memberikan dia uang. Mungkin karena ngak enak sama pacarnya wkwkk. 


Dalam waktu sekitar dua jam saja, sudah diperlihatkan kontras antara orang yang pekerja keras dan malas. Jujur aku jengkel dan kesel banget lihat laki-laki normal yang peminta-minta tadi. Di masa pandemi Covid-19, hampir semua kalangan mengeluhkan  pendapatan mereka. La kok dia dengan santainya ngak mau usaha, semua ya capek mas buat menyambung hidup. Hmmmmm.



Akhirnya aku fokus menulis lagi sambil sesekali mengecek gawaiku. Tiba-tiba ada dua laki-laki yang menghampiriku, numpang duduk katanya. Padahal ini juga bukan tamanku. Setelah berbasa-basi ria, ternyata salah satunya tempat kuliahnya sama denganku, dia jurusan KPI. Ternyata mereka adalah wartawan yang sedang mengumpulkan data untuk mengkritisi kurang lengkapnya fasilitas di taman Kota Metro.


Setelah berbincang-bincang lama dia menebak-nebak kalau aku ikut organisasi Kronika di kampus karena suka menulis katanya. Aelah peramal kali ya, tapi emang bener. Dia membuat mood nulisku jadi menurun, akhirnya kami berbincang-bincang tentang dunia kewartawanan. Lumayan seru dan memberikan pengetahuan baru untuk ku tentang dunia jurnalis. Hingga akhirnya ia pamit pulang karena ada rapat di tempat kerja, katanya.


Karena sudah malas menulis, aku pun menikmati suasana. Melihat lalu lalang kendaraan, dan aktivitas orang-orang sekitar taman. Setelah menunaikan kewajiban lima waktu di Masjid Taqwa, aku kembali ke taman. Niatnya mengelilingi taman sampai di tempat awal.


Tapi kok pengen selfi, akhirnya duduk dan berfoto ria. Sendiri. Lagi-lagi waktuku menyendiri terganggu, tiba-tiba seorang bapak-bapak becak meminta izin untuk duduk di bangku taman yang sedang aku gunakan. Mana mungkin aku menolak, dan hal mengharukan terjadi. 


Awalnya bapak-bapak itu hanya sekedar melepas penat, setelah bekerja dari pukul 08:00 pagi, katanya. Malah beliau curhat, kalau becak sekarang sepi, terkadang malah tidak ada penumpang sekali. Miris, aku sangat kasihan, lalu bagaimana ia mencukupi kebutuhan keluarganya pikirku. Setelah berbincang-bincang dia bercerita kalau ia memiliki lima orang anak dan memiliki seorang istri yang boros.


Penghasilannya yang tidak tentu, di tambah kebutuhan sekolah anak-anaknya. Istrinya seringkali marah karena menuduh ia menggunakan sendiri uang hasil kerjanya. Padahal kata beliau pendapatannya setelah lebaran di tambah pandemi menurun drastis. "Sekarang juga orang sudah punya motor sendiri-sendiri, jadi jarang yang mau menggunakan jasa becak dek," katanya.


Aku nga tahu sih, mungkin memang aku suka membuat orang lain nyaman, dia bahkan menceritakan masalah rumah tangganya. Tentang perselingkuhan istrinya, istrinya suka menuntut, boros, egois, sampai kekecewaan terbesar dia pada anaknya. Jiwa kepo ku pun keluar dengan sendirinya. Katanya ia menikah di usia 30 tahun dan istrinya di usia 20 tahun. Perbedaan usia yang cukup banyak, membuat istrinya belum siap secara emosional dalam berumah tangga, katanya.


"Pak sudah tahu istrinya suka selingkuh, boros dan mementingkan diri sendiri kok tetap di pertahankan pak?," tanyaku. "Ya gimana dek orang namanya sayang, selain itu saya juga tidak ingin anak-anak saya tambah menderita karena korban perceraian," terangnya. Memiliki istri yang hedonis adalah tantangan tersendiri baginya. Walaupun sebagian besar uang dari hasil mengayuh becaknya ia berikan kepada istrinya. Ia tetap menyisihkan uang tersebut kalau-kalau ada kebutuhan anaknya yang mendadak. Subhanallah, perjuangan seorang ayah membahagiakan keluarganya.


Ia juga mengaku sangat kecewa karena anak perempuannya hamil duluan dan sang suami setelah menikahi anaknya, menghilang. Awalnya, anak pertamanya tersebut setelah menikah diajak suaminya keluar kota. Namun suaminya malah menghilang tidak ada kabar. Di luar kota ia sendirian, hingga akhirnya ayahnya meminta anaknya untuk pulang saja, tidak usah ditunggu. Dan benar, sampai saat ini laki-laki tersebut tidak ada kabar dan tidak mengirim uang untuk anak dan istrinya tersebut.


Akhirnya anaknya tersebut menikah lagi dan memiliki anak lagi dari suami yang sekarang. Sebelum pernikahan yang kedua dari anak pertamanya itu, ia benar-benar hati-hati. Ia benar-benar meminta agar tidak mengecewakan putrinya lagi, kalau dia benar-benar serius dan mencintai anaknya, baru ia merestui. Setelah melihat keseriusannya, akhirnya ia mengizinkan dan langgeng sampai sekarang, kata bapak tersebut.


Bahkan ia menasehati ku, "Dek menjadi perempuan harus hati-hati ya, harus benar-benar menjaga diri. Kalau cari suami yang penting yang bertanggung jawab, jangan hanya karena ganteng, putih atau kaya," tuturnya. Tanggung jawab dan kesetiaan benar-benar mahal harganya. 


"Kalau di bilang kecewa ya pasti saya sangat kecewa dek. Tapi kembali lagi, kita orang tua juga harus introspeksi diri. Mungkin saya atau istri kurang memperhatikan dan memenuhi kebutuhannya. Yang penting sekarang dia sudah bahagia, saya sudah sangat senang melihatnya. Yang sudah ya sudah, dijadikan pelajaran saja. Dalam kehidupan pasti tidak selamanya hitam, pasti nanti suatu saat ada putihnya juga," terangnya.


Bahkan dari kejadian anak saya tersebut, saya menjadi lebih percaya diri ke istri. "Walaupun jelek-jelek begini saya bertanggung jawab sama kamu, tidak pernah neko-neko dan terus berusaha membahagiakan kalian," bangganya. Hingga akhirnya ia pamit karena akan bekerja kembali, sampai magrib baru pulang ke rumah katanya.



Sebenarnya aku belum terlalu mempercayai semua perkataan bapak tersebut karena memang aku tidak melihat keadaan keluarganya secara langsung. Tetapi jika memang benar-benar demikian, alangkah nelangsa bapak tersebut. Aku sangat berharap semoga hari ini, esok dan seterusnya rezeki bapak tersebut dilancarkan untuk membahagiakan keluarganya. Semoga istrinya segera sadar dan berubah menjadi lebih baik lagi. Amiiin.



Lelah dan penatnya otakku beberapa hari ini terasa tidak ada apa-apanya dengan perjuangan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Selain itu juga mendapatkan banyak pelajaran tentang hidup, yang tentu saja tidak saya dapatkan di bangku kuliah. Tentang bagaimana seharusnya aku menyikapi hidup ini, lebih mengenal diri sendiri, memaksimalkan potensi dan tentunya menyukuri hidupku ini. 


Jangan merasa hidupmu yang paling berat, coba keluar dari zona nyaman hidupmu. Mungkin saja di luar sana untuk sesuap nasi, harus berjuang mati-matian. Jangan terlalu mengkhawatirkan masa depan, jika kamu masih mau dan terus berusaha untuk memperbaiki diri. Yang perlu di khawatirkan adalah menghabiskan waktu tanpa manfaat dan terus menyalahkan masa lalu.


Akhirnya aku berniaat untuk pulang karena sudah cukup sore, namun malah bertemu dengan Irsyad. Teman seperjuangan di Kronika, dan akhirnya nga jadi.








Written : Artika Lusiani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan paradigma anak dan orang tua

[Review] Novel The Perfect Muslimah_Ahmad Rifa’i Rifan

Untuk Manusia-Manusia Datar, yang seringkali Termarginalkan