Pentingnya Kecerdasan Emosional dan Kesehatan Mental
"Alhamdulillah bu anakku rangking terus di kelasnya, minimal selalu tiga besar dari SD sampai SMA ini. Anakku ki jan, penurut, rajin belajar, jarang dolan, nga pernah buat masalah yang berlebihan, mudah diatur lah pokonya. Alhamdulillah".
Pernah nga sih kalian dibanding-bandingkan dengan anak tetangga, soal prestasi dan kepribadian. Anak tetangga yang selalu juara kelas, penurut dan tidak suka memberontak. Atau kalian sendirilah si juara kelas dan penurut tersebut. Hal ini idealnya memang menyenangkan ketika orang tua memiliki anak seperti ini. Kecerdasan intelektual memang membanggakan.
Tetapi apakah orang tua sadar bahwa sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, dan selalu melakukan komunikasi dengan orang lain setiap hari. Ternyata kecerdasan intelektual dan penurut saja tidak cukup. Anak yang memiliki kecerdasan intelektual dan penurut tidak pernah memberontak pun berbahaya.
Hal ini saya alami sendiri, dalam pergaulan sosial hal ini sangat membahayakan. Ini berdasarkan pengamatan dan hasil review masa lalu saya sendiri. Saya Alhamdulillah selalu ranking tiga besar di kelas, namun hal ini tidak menjamin saya diterima dalam pergaulan dengan teman-teman saya. Malah saya adalah korban bullying yang dampaknya sampai sekarang.
Saya merasa dalam hal mata pelajaran, saya tidak tertinggal, cukup mudah memahami apa yang disampaikan guru saya. Namun tidak semua teman saya bersikap baik dengan saya, seperti perlakuan ayah dan ibu terhadap saya. Bisa dibilang manja, padahal sebenarnya juga tidak. Ketika menghadapi teman yang memiliki sifat suka membuli, saya kebingungan sikap apa yang harus saya lakukan ketika itu.
Ingin memberontak tidak berani, apalagi membuki balik dan takut juga tidak ada yang mau berteman dengan ku. Akhirnya yang dilakukan hanya diam, di bully seperti hal biasa. Merasa diri ini rendah dan pantas untuk di bully. Sebenarnya tidak pernah di bully secara fisik, hanya melalui ucapan-ucapan yang menghina dan merendahkan diri saya. Saat itu saya sangat membenci diri saya sendiri, dari SD sampai SMP, selalu satu kelas dengan pembuli tersebut dan sikap yang dilakukan sama. Diam, tanpa perlawanan.
Tukang bully sangat suka dengan orang yang penakut dan mudah tertekan. Saat itu, saya seperti dalam lumpur hisap yang mustahil untuk keluar dari pembuli tersebut. Ingin bilang ke orang tua takut menyusahkan, sudah besar pula. Malu juga ingin curhat dengan orang tua.
Parahnya pembuli tersebut juga perempuan sepertiku. Belum lama ini aku sedikit belajar tentang feminisme. Ternyata benar, citra perempuan itu jelek, mereka bahkan membuli dan merendahkan sesama perempuan. Hal tersebut tanpa sadar, terjadi sejak saya kecil. Sesama perempuan harus saling mendung, tidak masuk kamus feminisme saat itu.
Ibukku yang suka dengan prestasi intelektual ku tidak pernah mengetahui bahwa mentalku hancur. Prestasiku ketika SMP menurun drastis, karena tertekan. Hidupku seperti tidak berarti sama sekali, tidak ada yang mengharapkan kehadiran orang yang menyelamatkan dirinya sendiri saja tidak bisa. Parahnya temanku dari SD yang selalu ada ketika aku di bully bahkan dia pun juga di bully, malah beda kelas. Semoga kamu selalu bahagia ya, terimakasih aku tidak akan melupakanmu. Benar memang, satu teman ketika kamu terjatuh jauh lebih berarti daripada seribu teman yang datang ketika kamu sedang bahagia.
Kembali lagi, sebenarnya aku penurut untuk hal tertentu di rumah, terkadang juga memberontak. Tapi tidak dengan orang yang suka membuli ku, saat itu aku tidak berani melawannya. Namun selalu ada hikmah dalam setiap kejadian, yang mungkin ini bermanfaat untukku kedepannya atau pembaca setia blog ku.
Bahwa mengelola kecerdasan emosional dan menjaga kesehatan mental jauh lebih penting dari segalanya. Kecerdasan intelektual memang penting, namun jika kecerdasan emosional dan mental terganggu, kecerdasan intelektual menjadi sangat terhambat bahkan seperti tidak berguna. Dengan kemampuan mengontrol kecerdasan emosional dan mental, seseorang menjadi lebih mudah dalam bergaul di manapun. Memahami hak dan kewajiban diri, serta berani membelanya.
Berbeda dengan kecerdasan emosional dan mentalnya buruk. Pikiran, perasaan dan apa yang dia lakukan tidak selaras. Kemelut dan tidak nyaman menjadi diri sendiri. Kecerdasan intelektual mungkin membanggakan, tapi kecerdasan emosional dan kesehatan mental jauh lebih menenangkan.
Harusnya orang tua bertanya-tanya jika anaknya terlalu penurut dimana pun. Karena kecerdasan intelektual tanpa mampu mengelola kecerdasan emosional maka tidak akan menjadi apa-apa, terkadang malah menghambat dirinya. Ia tidak bisa maksimal dalam memanfaatkan kecerdasan intelektual karena hambatan dari dalam dirinya tersebut.
Orang tua terutama ibu, sangat berperan dalam kecerdasan emosional dan mental. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, supaya anak berani menghadapi dan menyelesaikan masalahnya sendiri, percaya diri dan tidak takut untuk mencoba. Dengan cara memberikan kesempatan anak untuk mandiri, tidak terlalu mencampuri urusan anak seperti mencuci sepatu, bersiap ke sekolah dengan mandiri, menegur anak tidak di tempat ramai, tidak suka memaki anak, menyepelekannya, tidak mengekang dalam pergaulan, selalu mendukung dan memotivasinya.
Saya sangat berharap, semoga tulisan ini bermanfaat. Dan berkuranglah sebanyak-banyaknya, praktek bullying.
Written: Artika Lusiani
Komentar
Posting Komentar