Selamat Hari Ayah

 


"Jaman sakiki ki kudu pinter, nek nga pinter gor ketinggalan zaman, dipinteri uong".

"Nandi-nandi sakiki wong kok pinter Kabeh yo, canggih, kerjaanne nga keras tapi duite mengalir".


"Dadi wanita Ki kudu iso ngopo-ngopo, men sesok uripe ora susah, ora disepelekan laki-laki".


Berbicara mengenai sosok ayah, selalu membuatku selalu exaited. Laki-laki yang sangat peduli dan mencintai keluarganya. Tidak semua anak masih memilikinya dan aku sangat bersyukur dalam hal ini.


Laki-laki yang tidak pernah lelahnya, memintaku untuk terus belajar dan belajar.  Belajar dalam segala hal. Seringkali membuatku lelah, jengah dan ingin marah. Orang yang paling sedih, ketika kelak melihatku paling terbelakang dan hidup susah. Orang yang paling bingung ketika melihatku sakit. Orang yang paling marah ketika melihatku disakiti. 


"Nek sakiki nga gelem belajar Yo gpp, tapi ssk bapak nga nanggung. Mumpung bapakmu ijek iso golek duet, mbok yo digunane kesempatan.e nge belajar. Nek dwe ilmu ki ngpo-ngpo penak".


Sosok penyabar dan bijaksana selalu meneduhkan jiwaku. Sosok yang humble dan tidak pernah tega melihat orang didepannya kesusahan walaupun seringkali dimanfaatkan, yang sampai saat ini berusaha aku ikuti jejaknya. Sosok yang paling benci memiliki anak yang penakut dan hanya berani berkoar-koar di belakang. 


Tempat curhat ternyaman sekaligus tempat minta duit termudah kwkwkk. Setiap kali aku dan adikku membuatnya marah tetap saja tenang, tidak pernah membentak apalagi memaki. Aku sampai heran kenapa orang orang seperti ini. 


Yang selalu menyuruhku belajar, tetapi tidak pernah menuntut ku harus menjadi orang terbaik, terpintar dalam belajar di kelas. Pernah suatu hari setelah pembagian raport kelas 3 SD, betapa terkejutnya aku tidak bisa rengking 3 besar dan hanya rengking 4. Ya langsung nangislah aku, merasa nga maksimal belajar. Ku kira beliau bakal marah atau menyuruhku beljar keras, ternyata tidak.


"Nga menyuruhmu jadi berperingkat di kelas, tapi terus belajar. Enek seng lebih angel dari belajarmu ng sekolah, belajar iso beradaptasi dalam segala hal iku lebih angel".


Setiap orang memiliki masa lalunya sendiri-sendiri. Masa lalunya yang kelam tidak pernah ku usik, karena perubahannya yang signifikan setelah menikah dengan ibuku. Benar memang kata pepatah no name, "kamu tidak akan bisa merubah laki-laki menjadi baik, tetapi laki-laki rela berusaha berubah menjadi yang lebih baik demi perempuan yang dicintainya,". 


Aku ingin menduplikasi semua sifat baiknya, yang sampai sekarang belum bisa maksimal ku terapkan. Keluarga adalah prioritas baginya. Memang sudah sewajarnya laki-laki adalah pemimpin keluarga, yang paling bertanggung jawab atas kebahagiaan dan keselamatan keluarganya. Namun, kisah heroiknya yang seringkali tidak pernah ia tunjukan, membuatku terus merasa bersalah. Kapan aku bisa membahagiakannya, biar tidak bekerja sekeras ini.


Setiap kali berangkat ke kampus melihat rombongan bapak-bapak sepedahan dengan teman-temannya. Aku langsung membayangkan, kapan bapakku nga krja sekeras ini demi aku dan adekku, kapan bapakku bisa sesekali menyenangkan diri seperti mereka. Kapan, kapan dan kapan.


Setiap kali insyecure dan malas melakukan kegiatan ataupun rutinitas, atau tanpa sadar sedang membandingkan diri dengan orang lain. Aku membayangkan, bagaimana jadinya kalo bapakku bermalas-malasan dan insyecure.an kaya aku. Langsung membuatku semangat lagi, langsung inget target-target ku lagi. 


Orang yang selalu menerimaku tanpa tapi, selalu ada tanpa nanti. Selalu dijadikan prioritas memang sangat menyenangkan sekaligus melenakan. Seringkali aku menjadi kurang mandiri. Beliau memang selalu mendukung setiap pilihan yang aku pilih dalam hidupmu. "Seng penting bermanfaat nga merugikan orang lain," begitu katanya.


Aku hanya takut, jika suatu hari nanti aku bersuami dan mendapatkan suami tidak seperti sifat-sifatnya. Setiap orang memang sudah digariskan takdirnya masing-masing, diberikan jodoh masing-masing. Tetapi kadang iri dengan ibuku. Kenapa bisa mendapatkan seorang suami seperti ini, tidak pernah kasar apalagi main tangan, diam ketika diomeli. Kok iso ngono lo. Aku saja kalau di marah seringkali naik pitam. Padahal tau surga ada di telapak kakinya. Seringkali egoku lebih besar daripada kesabaranku.


Mungin juga karena sosok ya yang memintaku untuk terus belajar dalam banyak hal. Membuatku menjadi ambisius untuk bisa dalam banyak bidang. Seringkali membuatku kelelahan, dan susah membagi waktu karena aku moodyan. Gaya mendidik anak oleh setiap orang tua memang berbeda, tetapi tentu tujuannya baik untuk anaknya. Begitpula diriku, yang mendapatkan hasil yang manis dari didikannya yang memintaku untuk terus belajar. 


Ku hilang berbuah manis, walaupun aku belum bisa berpenghasilan dan sampai saat ini belum lolos beasiswa. Sedihhh bangettt, sumpahhhh gaesss. Tetapi setidaknya sudah membuatku senang mempelajari banyak hal tanpa merasa terbebani. Selalu menikmati proses belajar dan pendewasaan ini. Semoga suatu hari bisa menjadi pribadi yang aku idam-idamkan selama ini.


Barangkali hal ini juga yang membuatku malas punya pacar, hanya akan menyita waktuku untuk bercengkrama dengan keluarga dan bercurhat ria dengan orang-orang tercinta. Menghabiskan waktuku untuk melakukan aktivitas yang aku sukai, sebelum aku memiliki keluarga sendiri. Karena saat ini menurut ku waktu yang sangat tepat untuk mengeksplore diri, tanpa gangguan siapapun. Ternyata selama ini aku memang tidak pernah benar-benar kekurangan apa-apa, hanya kurang bersyukur dan bersabar. Dan aku masih saja yakin, setiap orang memiliki jodohnya masing-masing tanpa harus berpacaran.




Written: Artika Lusiani

28 Januari 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan paradigma anak dan orang tua

[Review] Novel The Perfect Muslimah_Ahmad Rifa’i Rifan

Untuk Manusia-Manusia Datar, yang seringkali Termarginalkan