Dibalik Tragedi KRI Nanggala 402 Untuk Perempuan Melanklonis

 


Beberapa hari yang lalu dinyatakan 53 awak kapal meninggal karena kehabisan oksigen saat latihan penembakan torpedo di laut  Bali, di KRI Nanggala 402. Dari kejadian tersebut, jadi ingat pesan bapak yang selalu menjadi pesan mendalam dalam hidupku. Selalu teringat sampai mati.


Isi pesannya berulang-ulang  mengharuskanku untuk menjadi perempuan yang selalu haus akan ilmu, menjadi pembelajar yang baik, suka belajar dan mengajarkan serta selalu siap menghadapi setiap perubahan. Karena setiap hari adalah perubahan dan hal-hal tidak mengenakan akrab menghampirinya.


Beliau juga berpesan agar aku menjadi perempuan yang tetap sederhana, mandiri, tidak bergantung kepada orang lain, menyayangi adekku berbagi ilmu juga pengalaman dari semua yang sudah aku dapatkan dan terus berempati  serta ringan tangan. 


"Selama bapak masih hidup kamu, adekmu adalah tanggung jawab bapak, selalu bapak usahain terutama kalau untuk belajar apapun itu yang penting bermanfaat. Supaya kalau nanti bapak udah nga ada kalian punya harta yang tidak bakal dicuri orang, yaitu ilmu. Belajar yang bener ya, semangat. Nanti kalau bapak udah nga ada, kamu menjadi tulang punggung buat adekmu sama ibumu karena kamu anak pertama, yang paling paham tentang keluarga, paling tua. Kamu harus kuat, pikirannya nga boleh buntu buat mencukupi keluarga, kalau nanti bapak udah nga ada. Ya semoga bapak nga ada kalau kalian udah pada menikah, punya anak dan mapan," ucapnya. Dalam hati aku selalu mengaminkan doa-doa terbaiknya.


Beliau tidaklah sempurna, kekurangan di sana sini juga banyak, tetapi bukankah manusia tidak ada yang sempurna?. Gaya mendidik ku dan adik-adikku mungkin adalah cara sebaik-baiknya yang ia bisa lakukan untuk kami. Setiap menulis atau bercerita tentang sosoknya, tidak pernah aku tidak menangis. Kesabarannya luar biasa, dari semua keras kepala dan keegoisanku. Tidak pernah menghinaku dengan kasar, selalu menjadi tempat pulang paling hangat dan ramah.


Mengingat usahanya yang luar biasa menasehati habis-habisan adikku yang susahnya minta ampun kalau suruh belajar, apalagi baca buku. Ini juga menjadi PR buat aku, membuat adikku suka belajar setidaknya tanggung jawab dengan tugas sekolahnya saja aku tidak bisa. Entahlah aku yang tidak ada waktu karena kuliah organisasi dan lainnya atau memang aku yang tidak bisa membagi waktu. Adikku merasa tidak memiliki partner belajar yang baik. Aku tidak bisa mengalahkan  bapkku yang sudah kecapaian sehari mencari nafkah dan untuk kami. Dan ibuku yang tidak bisa diam, ada saja yang dikerjakan.


Tidak sengaja tadi 26 April 2021, karena insomnia aku scroll-scroll story WhatsApp. Bebeapa hari yang lalu adalah hari tenggelamnya KRL Namggala 402, tetapi story tersebut menceritakan sisi lain dari musibah tersebut. Tentang seorang anak yang mengunci ayahnya yang akan bertugas di KRL tersebut. Seperti mendapatkan feeling bahwa akan ada kecelakaan yang menyebabkan ia tidak bisa melihat ayahnya untuk selamanya.


Dari sini aku membayangkan, betapa besarnya tugas perempuan. Harus menenangkan hati anaknya, menjelaskan dan memberikan pengertian sebaik-baiknya tentang kejadian yang sebenarnya. Menjadi tulang punggung untuk keberlanjutan hidup baik dirinya sendiri maupun anaknya. Tentang beratnya seorang single parrent, menjadi tulang punggung sekaligus madrasah utama untuk anaknya. 


Lalu bagaimana jika perempuan yang terbiasa manja, apa-apa harus suaminya, ketergantungan kepada orang lain dan hobi bermalas-malasan. Jika berada di situasi ini, bukankah bebannya semakin berat. Harus beradaptasi dengan keadaan baru yang jauh berbeda. Masih mending kalau orang tua masih hidup, setidaknya bisa menjadi tempat curhat atau mengeluarkan semua isi kepala dengan puas. Kalau sudah tidak ada?, Ahhh terlalu mengerikan bukan.


Menjadi perempuan yang haus ilmu, mandiri, pekerja keras dan berkarir bukanlah untuk menandingi laki-laki. Tetapi untuk saling menguatkan dan berjaga-jaga terhadap kejutan dunia yang suka ngak kira-kira. Seperti musibah KRI Nanggala 402 tersebut,  perempuan harus siap menjadi tulang punggung untuk anak-anaknya.  Tetap semangat perempuan-perempuan kuat, jangan ragu teruslah melaju. Kamu hebat, terutama perempuan-perempuan yang ditinggalkan suaminya tragedi tenggelamnya KRL Nanggala 402, semoga dipermudah dan suaminya masuk surga karena mengabdikan dirinya untuk negara. Amiiiiiin.

Written: Artika Lusiani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan paradigma anak dan orang tua

[Review] Novel The Perfect Muslimah_Ahmad Rifa’i Rifan

Untuk Manusia-Manusia Datar, yang seringkali Termarginalkan